1.
Analisis Transaksional (Berne)
Analisis transaksional (AT) adalah suatu pendekatan psikoteraputik yang
sangat dapat diterapkan dalam praktik pekerjaan sosial klinis (Cooper &
Turner, 1996). Analisis Transaksional-gagasan Eric Berne (1910-1970) merupakan
suatu pendekatan untuk mensistematisasi, menganalisis, dan mengubah saling
pengaruh diantara manusia, yang menekankan interaksi keduanya (antara diri dan
manusia lain) dan kesadaran internal (regulasi dan ekspresi diri).Tinjauan
teoritik tentang analisis transaksional dikaitkan dengan suatu pendekatan yang
mengaitkan internal (interpsikis) dengan interpersonal dan relasional. Pada
intinya, makna analisis transaksional adalah untuk memperkaya
kemampuan-kemampuan menghadapi (coping) dan mengatur (regulatory) situasi yang
paling dalam dan interaksi kehidupan nyata.
a.
Konsep
Dasar pandangan analisis transaksional
Adapun
konsep pokok dari analisis transaksional menurut Corey ( 2005 ) adalah :
1. Pandangan
tentang manusia. Analisis transaksional berakar pada filsafat yang anti
determinasi serta menekankan bahwa manusia sanggup melapaui pengkondisian dan
pemograman awal.
2. Perwakilan
perwakilan Ego. Analisis transaksional adalah suatu system terapi yang
berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan tiga pola tingkah laku atau
perwakilan ego yang terpisah; orang tua, orang dewasa dan anak
3. Scenario
scenario kehidupan dan posisi psikologi dasar. Adalah ajaran ajaran orang tua
yang kita pelajari dan putusan putusan awal yang dibuat oleh kita sebgai anak
dewasa.
Kebutuhan manusia akan
belaian. Pada dasarnya setiap manusia memerlukan belaian dari orang lain, baik
itu yang berlainan dalam bentuk fisik maupun emosional.
Teori analisis
transaksional merupakan karya besar Eric Berne (1964), yang ditulisnya dalam
buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari
kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional merupakan teori terapi yang
sangat populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang
ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu teori
komunikasi antarpribadi yang mendasar.
Kata transaksi selalu
mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi
antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik
verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk
mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di
dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan). Dalam diri setiap manusia, seperti
dikutip Collins (1983), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu
pada sikap orangtua(Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A.
neopsychic);dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga
sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua).
Berne juga mengajukan
rekomendasinya untuk posisi dasar seseorang jika berkomunikasi antarpribadi
secara efektif dengan orang lain. Ada empat posisi yaitu :
1. Saya
OK, kamu OK (I’m OK., you’re OK)
2. Saya
OK, kamu tidak OK (I’m OK, you’re not OK)
3. Saya
tidak OK, kamu OK (I’m not OK, yo/ire
OK)
4. Saya
tidak OK, kamu tidak OK (I’m not OK, you’re not OK).
b.
Unsur-unsur Terapi:
1) Munculnya Gangguan
Dari eksperimen
ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh
bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi
dan hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong
pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan
psikologis. Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15 tahun dan akhirnya dia
merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis
Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya
tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966
menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah Thomas
Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers.
2) Tujuan Terapi
Tujuan utama dari Analisis Transaksional adalah
membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang berhubungan tingkah
lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien
agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh
ketusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup
yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa
tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan kembali
tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
3) Peran Terapis
Peran terapis yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana
masa lampau yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan
awal tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan
strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang
sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh
kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani
kehidupan yang lebih otonom. Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan
klien, menunjuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien
sebagai pasangan dalam proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan
pengetahuannya untuk mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak
spesifik yang jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari
klien agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang
Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat
keputusan-keputusan baru.
c.
Teknik-teknik yang
dapat dipilih dan diterapkan dalam Analisis Transaksional;
·
Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga
perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah pola-pola yang
dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk menemukan perwakilan ego
yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat
pilihan-pilihan.
·
Metode-metode didaktik, AT menekankan pada domain kognitif, prosedur
belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
·
Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang
terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu
transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan
diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang,
dan terselubung.
II.
Rational Emotive Therapy (Ellis)
A. Konsep Dasar,
Pandangan, Rational Emotive Therapy Tentang Kepeibadian
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif
mulai dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang
Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan
juga seorang emosi buka dua proses yang terpisah. Emosi
disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan
dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intrinsik.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari
konsep-konsep kunci teori Albert Ellis yaitu ada tiga pilar yang membangun
tingkah laku individu, diantaranya:
· Antecedent
event (A)
Merupakan
segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu
yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian
suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan
merupakan antecendent event bagi seseorang.
· Belief
(B)
Merupakan
keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional
(rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan
yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan Neo Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam
praktek terapi mendapatkan bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai
kelemahan-kelemahan secara teoritis (Ellis, 1974).
Unsur pokok terapi
rasional-emotif adalah asumsi bahwa berfikir dan yang tidak rasional merupakan
keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal,
emosional, dan keran itu tidak produktif.
· Emotional
consequence (C)
Merupakan
konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan
senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh
beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang
iB.
B.
Unsur-Unsur Terapi
·
Munculnya Gangguan
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara
tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat
dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang
digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan
kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran
negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional
dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional. Rational Emotive Therapy yang menolak pandangan aliran psikoanalisis yang
berpandangan bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinyagangguan emosional.
Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternalyang menimbulkan
emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap
peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan
pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan
pengalaman yang dilaluinya.
·
Tujuan Terapi
- Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis
agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya
seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
- Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
·
Peran Terapis
Terapis
memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
v Mengajak klien untuk
berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi
banyak gangguan tingkah laku.
v Menantang klien untuk
menguji gagasan-gagasannya.
v Menunjukkan kepada
klien ketidaklogisan pemikirannya.
v Menggunakan suatu
analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
v Menunjukkan bahwa
keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan
mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
v Menggunakan absurditas
dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran
klien
v Menerangkan bagaimana
gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang
rasional yang memiliki landasan empiris, dan
v Mengajari klien
bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepikir sehingga
klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan irasional
dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang
maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan
berperilaku yang merusak diri.
·
Teknik-teknik terapi
Rational Emotive Therapy
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive
adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk
secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
b. Bermain
peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan
secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu.
Teknik-teknik
Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong
klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis.
b. Social
modeling
Teknik untuk membentuk
tingkah laku-tingkah laku baru pada klien.
Teknik-teknik Kognitif
a. Home
work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih,
membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut
pola tingkah laku yang diharapkan.
b. Latihan
assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah
laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau
meniru model-model sosial.
III. Terapi Perilaku
a. Konsep
Dasar
Terapi
perilaku (behavior therapy) dan pengubahan perilaku (behavior
modification) atau pendekatan perilaku dalam konseling dan psikoterapi, adalah
salah satu dari beberapa “revolusi” dalam dunia pengetahuan psikologi,
khususnya konseling dan psikoterapi (Gunarsa, 1992:191)
Terapi
perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigma belajar yang ditatpkan secara
eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi
perilaku adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara
sistematik hipotesis mana terapi didasarkan.
1.
Classical
Conditioning
Adapun penelitiannya yang dilakukannya adalah dengan
mengoperasi kelenjar ludah anjing sehinnga memungkinkan untuk mengukur dengan
teliti air liur yang keluar sebagai respon. Setelah percobaan diulang
berkali-kali, maka ternyata air liur telah keluar sebelum makanan sampai
kemulutnya, yaitu:
a. Pada
waktu melihat piring makanan.
b. Pada
waktu melihat orang yang biasa memberi makanan.
c. Pada
waktu mendengar langkah orang yang memberi makanan.
Jadi makanan disini merupakan
perangsang (stimulus) yang sewajarnya bagi reflek keluarnya air liur, sedangkan
piring, orang, dan suara langkah merupakan stimulus yang bukan sewajarnya.
Terhadap percobaan ini Pavlov mengambil kesimpulan bahwa signal dapat memainkan
peranan yang sangat penting dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya. Reaksi
mengeluarkan air liur karena mengamati pertanda disebut dengan istilah reflek
bersyarat atau conditioned reflek (CR), pertanda atau signal disebut perangsang
bersyarat atau conditioned stimulus (CS), makanan dsebut perangsang tak
bersyarat atau Unconditioned stimulus (US), sendangkan keluarnya air liur
karena makanan disebut reflek tak bersyarat atau unconditioned reflek (UR).
2. . Operant
Conditioning
Dasar dari pengkondisian
operan (operant conditioning)
dikemukakan oleh E.L. Thorndike pada tahun 1911,
yakni beberapa waktu sesudah munculnya teori classical conditioning yang
dikemukakan oleh Pavlov. Pada saat itu thorndike mempelajari pemecahan masalah
pada binatang yang diletakkan di dalam sebuah “kotak teka-teki”. Dimana setelah
beberapa kali percobaan, binatang itu mampu meloloskan diri semakin cepat dari
perobaan percobakan sebelumnya. Thorndike kemudian mengemukakan hipotesis“
apabila suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respon yang lain
dalam keadaan yang sama” yang dikenal dengan hukum akibat“ low of
effect.
3. Modeling
Prinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah
teori mengenai belajar melalui pengamatan (observation learning) atau
sering juga disebut belajar sosial (social learning) dari Walter dan Bandura. pada
prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat
meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dari
pikiran yang tidak seharusnya dari orang lain yang disebut model itu.
Terhadap dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam
modeling ini, yakni antara coping danmastery model menampilkan
perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan. Sebaliknya,coping
model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa takut untuk
menghadapi hal yang semula menakutkan.
b. Unsur-unsur
Terapi
1.
Munculnya
Gangguan
Indikasi utama ialah
gangguan fobik, perilaku kompulsif, dan deviasi sexual seperti exhibionisme.
2. Tujuan terapis
a. Mengubah perilaku yang tidak
sesuai pada klien
b.
Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih
efisien.
c. Mencegah munculnya masalah di kemudian hari.
d. Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh
klien.
e. Mencapai perubahan
perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya.
3. Peran terapis
Terapis tingkah laku harus
memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis
menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia,
para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam
menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkah
laku yang baru danadjustive.
4. Teknik-teknik
terapi
a. Desensitisasi
sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning.
Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan,
seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya
menimbulkan kecemasan.
b. Flooding adalah
prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya
sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk
periode waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
c. Penguatan
sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan,
yang disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan
disertai pemberian hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan
hadiah untuk respons yang tidak diharapkan.
d. Pemodelan (modeling) yaitu
mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif
untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa
menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku dengan
permainan simulasi (role-playing).
Corey, Gerald. 2009. Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.
Gunarsa,
Singgih. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.
http://putputrihega.blogspot.com/2014/05/tugas-portofolio-3.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar